06 Juli 2012

Titanium Dioksida (TiO2)


Titanium dioksida adalah bahan semikonduktor yang telah banyak digunakan pada berbagai aplikasi; antara lain sel surya, fotokatalis, sensor biologis dan kimia, produk kesehatan hingga pigmentasi cat (Kong dkk, 2007). TiO2 menjadi pilihan dalam banyak aplikasi fotokimia dan fitoelektrokimia karena biaya pembuatannya relatif murah, tersedia luas dan tidak beracun (Gaetzel, 2004). 
a.   Tipe-tipe Kristal TiO2
Ada tiga struktur kristal utama TiO2, yaitu anatase (tetragonal), rutile (tetragonal) dan brookite (ortorombik). Meskipun struktur mereka sama-sama berbentuk oktahedral (TiO6), namun berbeda satu sama lain dalam distorsi oktahedral dan pola perakitan rantai oktahedral (Winkler, 2003). Hanya rutile dan anatase yang cukup stabil keberadaannya dan biasa digunakan sebagai fotokatalis (Tjahjanto dan Gunlazuardi, 2001). Struktur anatase dan rutile dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Struktur kristal anatase TiO2 (Licciulli, 2002)

Struktur kristal rutile TiO2 (Licciulli, 2002)

b.      Sifat-sifat TiO2 
Oksida TiO2 merupakan padatan berwarna putih, mempunyai berat molekul 79,90; densitas 4,26 gcm-3; tidak larut dalam HCl, HNO3 dan aquaregia, tetapi larut dalam asam sulfat pekat membentuk titanium sulfat (TiSO4) (Cotton dkk., 1988). TiO2 tidak menyerap cahaya tampak tetapi mampu menyerap radiasi UV sehingga dapat menyebabkan terjadinya radikal hidroksil pada pigmen sebagai fotokatalis. Reaktivitas TiO2 terhadap asam tergantung temperatur saat dipanaskan. TiO2 yang baru mengendap larut dalam asam klorida pekat, namun bila TiO2 dipanaskan pada 900oC hampir semua tidak larut dalam asam kecuali larutan sulfur panas, yang kelarutannya meningkat dengan penambahan ammonium sulfat untuk menaikkan titik didih asam dan HF. Secara kimiawi TiO2 murni dibuat dari TiCl4 yang telah dimurnikan secara destilasi bertingkat. Tetraklorida ini dihidrolisis dalam larutan encer hingga diperoleh endapan berupa titanium  dioksida terhidrat yang selanjutnya dikalsinasi pada 800 oC (Kirk, 1993).
Partikel TiO2 telah cukup lama digunakan sebagai fotokatalis mendegradasi berbagai senyawa organik. TiO2 merupakan semikonduktor yang memiliki fotoaktivitas dan stabilitas kimia tinggi serta tahan terhadap fotokorosi dalam semua kondisi larutan kecuali pada larutan yang sangat asam atau mengandung fluoride. TiO2 juga bersifat nontoksik, memiliki sifat redoks, yaitu mampu mengoksidasi polutan organik dan mereduksi sejumlah ion logam dalam larutan (Brown, 1992). 
1.      Fotokatalis TiO2
Secara umum, baik anatase maupun rutil dapat digunakan sebagai fotokatalis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anatase memiliki aktifitas fotokatalitik lebih tinggi dari pada rutil (Yates dkk., 1995). Ada juga studi lain yang menyatakan bahwa fase campuran antara anatase dan rutil memberikan efisiensi yang lebih tinggi dari fase murni (Muggli dkk, 2001).
Dalam kebanyakan studi tentang fotokatalis, oksigen (O2) memainkan peran penting dalam akseptor elektron primer. Elektron akan ditransfer ke oksigen dan selanjutnya menghasilkan H2O2 dan OH. Sementara itu, hvb+ bereaksi dengan molekul air teradsorpsi di permukaan atau permukaan kelompok titanol (>TiOH) dan akhirnya radikal terhidroksi juga terbentuk. H2O2 memberikan kontribusi untuk jalur degradasi dengan bertindak sebagai akseptor elektron atau sebagai sumber langsung (Hoffman dkk, 1995).
Secara keseluruhan, reaksi fotokatalis dapat dilihat pada gambar 2.3. Awalnya, e- dan hѵb+ yang dihasilkan dengan mengunakan energi foton (hv) yang memiliki energi lebih sama atau lebih tinggi dari pada energi bang gap TiO2. Elektron (e-) dan hole (hub+) yang masih berada dalam pita valensi kemudian akan begerak ke permukaan TiO2 untuk mereduksi atau mengoksidasi. Di sisi lain, e- dan hub+ bisa bergabung kembali lagi yang dapat terjadi pada sisi dalam dan dipermukaan (Mills, 1997). Proses rekombinan biasanya dianggap sebagai proses penonaktifan sebagai reaksi fotokatalitik.
Ilustrasi skematis proses foto-eksitasi dan de-eksitasi pada suatu semikonduktor TiO2 (Mills, 1997).

Pada prinsipnya, reaksi oksidasi pada permukaan semikonduktor dapat berlangsung melalui donasi elektron dari substrat ke h’ (mengahasilkan radikal pada substrat yang akan menginisiasi reaksi berantai). Apabila potensial oksidasi yang dimiliki oleh h pada pita valensi ini cukup besar untuk mengoksidasi air dan atau gugus hidroksi pada permukaan partikel maka akan dihasilkan radikal hidroksil. Radikal hidroksil adalah spesi pengoksidasi kuat pada pH=1 memiliki potensial redok sebesar 2,8 Volt (relatif terhadap elektroda hidrogen Nerst). Potensial sebesar ini cukup kuat untuk mengoksidasi kebanyakan zat organik menjadi air, asam mineral, dan karbon dioksida (Gunlazuardi, 2001). 
2.      Struktur Energi Titanium Dioksida
Harga energi celah pita berbagai semikonduktor pada pH=1 dapat dilihat pada gambar 2.4. Terlihat bahwa TiO2 mempunyai Eg sebesar 3,2 eV yang merupakan selisih absolut dari posisi tingkat energi pita konduksi (± -4,5 eV) dengan posisi tingkat energi pita valensi (±-7,7 eV). Posisi tingkat energi pita valensi, sisi terbentuk h+vb, sebesar itu kira-kira potensial oksidasinya lebih besar dari 3 V.
Energi celah pita berbagai semikonduktor pada pH = 1 (Mills dkk, 1993)

Jika titanium dioksida menyerap cahaya yang memiliki tingkat energi lebih tinggi dibanding tingkat energi celah pitanya menyebabkan elektron melompat ke pita konduksi dan meninggalkan hole  di pita valensi. Kristal rutil memiliki energi celah pita 3,0 eV dan anatase memiliki energi celah pita 3,2 eV sehingga keduanya akan menyerap sinar ultraviolet. Untuk kristal rutil juga dapat menyerap sinar yang mendekati cahaya tampak sehingga dapat menyerap sinar dengan jangkauan yang lebih besar. Dengan logika ini diperkirakan kristal rutil akan lebih baik digunakan sebagai fotokatalis. Tetapi pada kenyataannya anatase memiliki aktivitas fotokatalis yang lebih tinggi (Hoffman dkk, 1995).
Salah satu alasan perbedaan tersebut adalah karena struktur energinya. Pada kedua tipe kristal memiliki kedudukan pita valensi yang sama sehingga kekuatan oksidasi dari hole relatif sama. Sedangkan kedudukan pita konduksi untuk keduanya dekat dengan potensial reduksi oksidasi hidrogen yang menunjukkan bahwa kekuatan reduksi relatif lemah. Tetapi kedudukan pita konduksi pada anatase lebih dekat ke arah negatif dibanding rutil sehingga kekuatan reduksi anatase lebih kuat. Dengan demikian secara keseluruhan tipe kristal anatase memiliki aktivitas fotokatalis yang lebih besar.
Apabila ukuran suatu partikel semikonduktor turun ke ukuran 1-10 nm maka harga Eg-nya semakin meningkat. Saat ukuran semikonduktor mendekati 10 nm, pembawa muatan e- dan rongga (h+) yang terbentuk akan berkelakuan seperti mekanika kuantum yang sebanding dengan λ de Broglie. Celah pita semikonduktor akan meningkat dan tepi pita akan bergeser kearah potensial redoks yang lebih besar. Peristiwa ini disebut sebagai efek ukuran kuantum. Peningkatan Eg ini merupakan fungsi pergeseran biru yang dipengaruhi oleh energi (ΔΕ) (Hoffman dkk, 1995).
ΔΕ = Egruah + ETE
dengan Egruah adalah energi celah pita partikel ruah dan ETE adalah energi efektif celah pita ukuran nanopartikel. 

Efek ukuran kuantum semikonduktor (Mills dan Le Hunte, 1997)


2 komentar:

Unknown mengatakan...

winkler 2003 ada jurnalnya?klo ada boleh mnta web nya? trimakasih

Unknown mengatakan...

winkler 2003 ada jurnalnya?klo ada boleh mnta web nya? trimakasih