Kromatografi Lapis Tipis
(KLT) merupakan salah satu kromatografi yang berdasarkan proses adsorpsi.
Lapisan yang memisahkan terdiri atas fase diam dan fase gerak.
Fase diam yang
dapat digunakan adalah
silika atau alumina
yang dilapiskan pada lempeng
kaca atau aluminium.
Jika fase diam
berupa silika gel maka bersifat asam, jika fase diam
alumina maka bersifat basa. Fase gerak yang digunakan umumnya merupakan pelarut
organik atau bisa juga campuran pelarut organik (Gritter, 1991).
Kromatografi Lapis
Tipis (KLT) dapat
digunakan untuk tujuan
analitik dan preparatif. KLT
analitik digunakan untuk
menganalisa senyawa-senyawa organik dalam
jumlah kecil misalnya,
menentukan jumlah komponen
dalam campuran dan menentukan
pelarut yang tepat
untuk pemisahan dengan
KLT preparatif. Sedangkan KLT
preparatif digunakan untuk
memisahkan campuran senyawa dari
sampel dalam jumlah besar berdasarkan fraksinya, yang selanjutnya fraksi-fraksi tersebut
dikumpulkan dan digunakan
untuk analisa berikutnya (Townshend, 1995).
Identifikasi dari
senyawa-senyawa yang terpisah dari lapisan
tipis menggunakan harga Rf. Harga Rf didefinisikan sebagai berikut
(Sastrohamidjojo,
2005):
Harga Rf
Harga-harga
Rf untuk senyawa-senyawa murni
dapat dibandingkan dengan
harga-harga standart. Harga-harga Rf yang diperoleh hanya berlaku untuk
campuran tertentu dari pelarut dan penyerap yang digunakan (Sastrohamidjojo,
2005).
Hasil KLT dari suatu ekstrak
bahan alam dapat digunakan untuk menentukan berbagai aktivitas biologi ekstrak
tersebut secara kualitatif. Berbagai aktivitas tersebut antara lain: aktivitas
antibakteri, antifungi, dan lain-lain. Metode uji pada bercak hasil KLT disebut
dengan bioautografi (Ahmad et al.,
2006). Bioautografi dalam uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan
berbagai metode, yaitu bioautografi kontak, bioautografi agar overlay, dan bioautografi langsung (Choma, 2005).
a)
Bioautografi kontak
Bioautografi kontak
dilakukan dengan meletakkan lempengan kromatogram hasil elusi dari senyawa uji
di atas media padat yang telah diinokulasi dengan bakteri uji. Adanya aktivitas
antibakteri dari senyawa uji ditandai dengan adanya zona bening.
b)
Bioautografi agar overlay
Bioautografi agar overlay dilakukan dengan melapisi
lempeng kromatogram hasil elusi senyawa uji dengan media agar cair yang telah
diinokulasi dengan bakteri uji. Setelah agar mengeras, lempengan kromatogram
diinkubasi dan diwarnai dengan tetrazolium
dye. Penghambatan dapat dideteksi dengan terbentuknya pita (band).
c)
Bioautografi langsung
Bioautografi langsung
dilakukan dengan menyemprot lempeng kromatogram hasil elusi senyawa uji dengan
mikroba uji dan diinkubasi. Zona hambat yang terbentuk divisualisasikan dengan
menyemprot lempeng kromatogram dengan tetrazolium
dye.
Ketiga
metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Menurut
Kusumaningtyas et al. (2008)
bioautografi agar overlay memiliki
sensitivitas lebih baik dari pada metode yang lain. Akan tetapi, bioautografi
kontak lebih mudah dilakukan dan hasilnya telah jelas terlihat. Sedangkan
bioautografi langsung merupakan bioautografi yang jarang digunakan karena
dilaporkan tidak dapat digunakan untuk sampel tertentu. Oleh karena itu,
kombinasi bioautografi kontak dengan langsung menghasilkan bioautografi agar overlay (Kusumaningtyas et al., 2008).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar