Antibakteri adalah suatu senyawa yang
dihasilkan oleh suatu mikroorganisme dan dalam konsentrasi kecil mampu
menghambat bahkan membunuh proses kehidupan bateri (Jawetz et al.,1996). Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada
antibakteri yang bersifat menghambat pertumbuhan bakteri yang dikenal sebagai
bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh bakteri dikenal sebagai bakterisid (Ganiswara et al., 1995).
Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan
proses pembasmian bakteri antara lain :
a.
Germisida adalah bahan yang dipakai untuk membasmi mikroorganisme dengan
mematikan sel-sel vegetatif, tetapi tidak selalu mematikan bentuk sporanya.
b.
Bakterisida adalah bahan
yang dipakai untuk
mematikan bentuk-bentuk
vegetatif bakteri.
c.
Bakteriostatik adalah suatu
bahan yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri
tanpa mematikannya.
d.
Antiseptik adalah suatu bahan yang menghambat atau membunuh mikroorganisme dengan
mencegah pertumbuhan atau
menghambat aktivitas metabolisme.
e.
Desinfektan adalah bahan
yang dipakai untuk
membasmi bakteri dan mikroorganisme patogen
tapi belum tentu
beserta sporanya (Pelczar dan
Chan, 1988).
Setiap jenis antibakteri
memiliki meknisme tersendiri dalam menghambat pertumbuhan antibakteri.
Mekanisme kerja antibakteri adalah sebagai berikut:
a.
Merusak dinding sel
Bakteri memiliki lapisan
luar yang kaku disebut
dinding sel yang
dapat mempertahankan bentuk bakteri dan melindungi membran protoplasma
di bawahnya. Struktur dinding sel dapat dirusak dengan cara menghambat pembentukannya atau
mengubahnya setelah selesai terbentuk. Antibiotik yang bekerja dengan
mekanisme ini di antaranya adalah penisilin
(Jawetz et al., 2001).
b.
Mengubah permeabilitas sel
Membran sitoplasma
mempertahankan bahan tertentu
di dalam sel
serta mengatur aliran keluar
masuknya bahan lain.
Membran memelihara integritas komponen seluler. Kerusakan pada
membran ini akan mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan sel
atau matinya sel.
Polimiksin bekerja dengan merusak struktur
dinding sel dalam
kemudian antibiotik tersebut
bergabung dengan membran sel sehingga menyebabkan disorientasi
komponen lipoprotein serta mencegah
berfungsinya membran sebagai
perintang osmotik (Pelczar dan
Chan, 1988).
c.
Mengubah molekul protein dan asam nukleat
Hidup suatu
sel bergantung pada
terpeliharanya molekul protein
dan asam nukleat dalam keadaan
alamiahnya. Suatu antibakteri dapat mengubah keadaan ini dengan
mendenaturasikan protein dan asam nukleat
sehingga merusak sel tanpa dapat diperbaiki lagi. Salah satu antibakteri
yang bekerja dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel adalah senyawa
turunan fenolik (Pelczar dan Chan, 1988).
d.
Menghambat sintesis asam nukleat dan protein
DNA, RNA, dan
protein memegang peranan sangat penting di dalam proses kehidupan normal sel.
Hal ini berarti bahwa gangguan
apapun yang terjadi pada pembentukan
atau pada fungsi zat-zat tersebut dapat mengakibatkan kerusakan total pada sel. Tetrasiklin
merupakan salah satu antibiotik yang dapat menghambat sintesis protein
dengan cara menghalangi
terikatnya RNA pada ribosom, selama pemanjangan rantai
peptida (Pelczar dan Chan, 1988).
1.
Uji
Aktivitas Antibakteri
Aktivitas antibakteri
ditentukan oleh spektrum kerja (spektrum kerja luas, spektrum kerja sempit),
cara kerja (bakterisid atau bakteriostatik), dan ditentukan pula oleh
Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) serta potensi pada KHM. Suatu antibakteri
dikatakan mempunyai aktivitas yang tinggi bila KHM terjadi pada kadar
antibakteri yang rendah tetapi mempunyai daya bunuh atau daya hambat yang
besar. Pada percobaan in vitro dengan metode lempeng agar dapat dilihat pada
besar diameter hambatan pertumbuhan mikroba di sekeliling antibakteri. Bila
antibakteri pada kadar yang rendah dapat memberikan diameter hambatan yang luas dan bening di sekeliling
antinakteri, antibakteri tersebut berpotensi tinggi terhadap mikroba uji yang digunakan
(Wattimena et al., 1991).
Menurut Wattimena et al. (1981), penentuan aktivitas
antibakteri secara in vitro dapat dikelompokkan dalam dua metode, yaitu:
a. Metode turbidimetri (metode tabung)
Pada cara turbidimetri, digunakan
media agar cair dalam tabung reaksi. Pengamatan dilakukan dengan melihat
kekeruhan yang terjadi akibat
pertumbuhan bakteri. Kadar antibakteri ditentukan dengan menggunakan
spektrofotometer. Kelebihan cara ini adalah lebih cepat daripada cara difusi
agar karena hasil dapat dibaca 3 atau 4 jam setelah inkubasi.
b. Metode difusi (metode lempeng)
Pada cara difusi agar, digunakan media
agar padat dan reservoir yang dapat
berupa cakram kertas, silinder atau cekungan yang dibuat pada media padat.
Larutan uji akan
berdifusi dari pencadang
ke permukaan media
agar padat yang telah
diinokulasi bakteri. Bakteri akan
terhambat pertumbuhannya dengan pengamatan berupa lingkaran atau zona di
sekeliling pencadang.
Ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan dalam metode difusi. Faktor-faktor tersebut antara lain :
1)
Pra difusi,
perbedaan waktu pradifusi mempengaruhi
jarak difusi dari
zat uji yaitu difusi antar pencadang.
2)
Ketebalan
media agar, hal ini penting untuk memperoleh sensitivitas yang optimal.
Perbedaan ketebalan media agar dapat mempengaruhi difusi dari zat uji ke dalam
agar sehingga akan mempengaruhi diameter
zona hambat. Semakin tebal media yang
digunakan, semakin kecil diameter zona hambat yang terjadi.
3)
Kerapatan
inokulum, ukuran inokulum merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi lebar zona hambat, jumlah inokulum yang lebih
sedikit menyebabkan obat dapat berdifusi lebih
jauh, sehingga zona hambat yang dihasilkan lebih besar, sedangkan jika
jumlah inokulum lebih besar maka akan dihasilkan zona hambat yang kecil.
4)
Komposisi media
agar, perubahan komposisi media
dapat merubah sifat media sehingga jarak
difusi berubah. Hal ini akan
mempengaruhi aktivitas beberapa bakteri, kecepatan difusi antibakteri, dan
kecepatan pertumbuhan antibakteri.
5)
Suhu
inkubasi, kebanyakan bakteri tumbuh baik pada suhu 370 C.
6)
Waktu inkubasi
disesuaikan dengan pertumbuhan
bakteri karena luas zona hambat
ditentukan beberapa jam
pertama, setelah diinokulasikan pada media agar, maka zona hambat dapat
diamati segera setelah adanya pertumbuhan bakteri.
7)
Pengaruh pH,
adanya perbedaan pH media yang digunakan dapat menyebabkan perbedaan jumlah zat
uji yang berdifusi, pH juga menentukan jumlah molekul zat uji yang
mengion. Selain itu, pH berpengaruh terhadap pertumbuhan
bakteri (Wattimena et al., 1981).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar