Titanium
dioksida adalah bahan semikonduktor yang telah banyak digunakan pada berbagai
aplikasi; antara lain sel surya, fotokatalis, sensor biologis dan kimia, produk
kesehatan hingga pigmentasi cat (Kong dkk, 2007). TiO2 menjadi
pilihan dalam banyak aplikasi fotokimia dan fitoelektrokimia karena biaya
pembuatannya relatif murah, tersedia luas dan tidak beracun (Gaetzel, 2004).
a. Tipe-tipe Kristal TiO2
Ada tiga struktur kristal utama TiO2,
yaitu anatase (tetragonal), rutile (tetragonal) dan brookite (ortorombik). Meskipun struktur mereka sama-sama berbentuk oktahedral (TiO6),
namun berbeda satu sama lain dalam distorsi oktahedral dan pola perakitan
rantai oktahedral (Winkler, 2003). Hanya rutile dan anatase yang cukup stabil keberadaannya dan biasa digunakan sebagai
fotokatalis (Tjahjanto dan Gunlazuardi, 2001). Struktur anatase dan rutile dapat
dilihat pada gambar berikut ini:
Struktur kristal anatase TiO2
(Licciulli, 2002)
Oksida
TiO2 merupakan padatan berwarna putih, mempunyai berat molekul
79,90; densitas 4,26 gcm-3; tidak larut dalam HCl, HNO3
dan aquaregia, tetapi larut dalam asam sulfat pekat membentuk titanium sulfat
(TiSO4) (Cotton dkk., 1988). TiO2 tidak menyerap cahaya
tampak tetapi mampu menyerap radiasi UV sehingga dapat menyebabkan terjadinya
radikal hidroksil pada pigmen sebagai fotokatalis. Reaktivitas TiO2
terhadap asam tergantung temperatur saat dipanaskan. TiO2 yang baru
mengendap larut dalam asam klorida pekat, namun bila TiO2 dipanaskan
pada 900oC hampir semua tidak larut dalam asam kecuali larutan
sulfur panas, yang kelarutannya meningkat dengan penambahan ammonium sulfat
untuk menaikkan titik didih asam dan HF. Secara kimiawi TiO2 murni
dibuat dari TiCl4 yang telah dimurnikan secara destilasi bertingkat.
Tetraklorida ini dihidrolisis dalam larutan encer hingga diperoleh endapan berupa
titanium dioksida terhidrat yang
selanjutnya dikalsinasi pada 800 oC (Kirk, 1993).
Partikel
TiO2 telah cukup lama digunakan sebagai fotokatalis mendegradasi
berbagai senyawa organik. TiO2 merupakan semikonduktor yang memiliki
fotoaktivitas dan stabilitas kimia tinggi serta tahan terhadap fotokorosi dalam
semua kondisi larutan kecuali pada larutan yang sangat asam atau mengandung fluoride. TiO2 juga bersifat
nontoksik, memiliki sifat redoks, yaitu mampu mengoksidasi polutan organik dan
mereduksi sejumlah ion logam dalam larutan (Brown, 1992).
1. Fotokatalis TiO2
1. Fotokatalis TiO2
Secara
umum, baik anatase maupun rutil dapat digunakan sebagai fotokatalis. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa anatase memiliki aktifitas fotokatalitik lebih
tinggi dari pada rutil (Yates dkk., 1995). Ada juga studi lain yang menyatakan
bahwa fase campuran antara anatase dan rutil memberikan efisiensi yang lebih
tinggi dari fase murni (Muggli dkk, 2001).
Dalam
kebanyakan studi tentang fotokatalis, oksigen (O2) memainkan peran
penting dalam akseptor elektron primer. Elektron akan ditransfer ke oksigen dan
selanjutnya menghasilkan H2O2 dan OH. Sementara itu, hvb+
bereaksi dengan molekul air teradsorpsi di permukaan atau permukaan kelompok
titanol (>TiOH) dan akhirnya radikal terhidroksi juga terbentuk. H2O2
memberikan kontribusi untuk jalur degradasi dengan bertindak sebagai akseptor
elektron atau sebagai sumber langsung (Hoffman dkk, 1995).
Secara
keseluruhan, reaksi fotokatalis dapat dilihat pada gambar 2.3. Awalnya, e-
dan hѵb+ yang dihasilkan dengan mengunakan energi foton
(hv) yang memiliki energi lebih sama atau lebih tinggi dari pada energi bang gap TiO2. Elektron (e-)
dan hole (hub+)
yang masih berada dalam pita valensi kemudian akan begerak ke permukaan TiO2
untuk mereduksi atau mengoksidasi. Di sisi lain, e- dan hub+
bisa bergabung kembali lagi yang dapat terjadi pada sisi dalam dan dipermukaan
(Mills, 1997). Proses rekombinan biasanya dianggap sebagai proses penonaktifan
sebagai reaksi fotokatalitik.
Ilustrasi skematis proses foto-eksitasi dan de-eksitasi pada suatu semikonduktor TiO2 (Mills, 1997). |
Pada
prinsipnya, reaksi oksidasi pada permukaan semikonduktor dapat berlangsung
melalui donasi elektron dari substrat ke h’
(mengahasilkan radikal pada substrat yang akan menginisiasi reaksi
berantai). Apabila potensial oksidasi yang dimiliki oleh h pada pita valensi ini cukup besar untuk mengoksidasi air dan atau
gugus hidroksi pada permukaan partikel maka akan dihasilkan radikal hidroksil.
Radikal hidroksil adalah spesi pengoksidasi kuat pada pH=1 memiliki potensial
redok sebesar 2,8 Volt (relatif terhadap elektroda hidrogen Nerst). Potensial
sebesar ini cukup kuat untuk mengoksidasi kebanyakan zat organik menjadi air,
asam mineral, dan karbon dioksida (Gunlazuardi, 2001).
2. Struktur Energi Titanium Dioksida
2. Struktur Energi Titanium Dioksida
Harga
energi celah pita berbagai semikonduktor pada pH=1 dapat dilihat pada gambar
2.4. Terlihat bahwa TiO2 mempunyai Eg sebesar 3,2 eV yang merupakan
selisih absolut dari posisi tingkat energi pita konduksi (± -4,5 eV) dengan
posisi tingkat energi pita valensi (±-7,7 eV). Posisi tingkat energi pita
valensi, sisi terbentuk h+vb, sebesar itu kira-kira
potensial oksidasinya lebih besar dari 3 V.
Energi celah pita berbagai semikonduktor pada pH = 1 (Mills dkk, 1993) |
Jika
titanium dioksida menyerap cahaya yang memiliki tingkat energi lebih tinggi
dibanding tingkat energi celah pitanya menyebabkan elektron melompat ke pita
konduksi dan meninggalkan hole di pita valensi. Kristal rutil memiliki energi celah pita 3,0 eV dan anatase memiliki energi celah pita 3,2 eV sehingga keduanya akan
menyerap sinar ultraviolet. Untuk kristal rutil
juga dapat menyerap sinar yang mendekati cahaya tampak sehingga dapat menyerap
sinar dengan jangkauan yang lebih besar. Dengan logika ini diperkirakan kristal
rutil akan lebih baik digunakan
sebagai fotokatalis. Tetapi pada kenyataannya anatase memiliki aktivitas fotokatalis yang lebih tinggi (Hoffman
dkk, 1995).
Salah
satu alasan perbedaan tersebut adalah karena struktur energinya. Pada kedua
tipe kristal memiliki kedudukan pita valensi yang sama sehingga kekuatan
oksidasi dari hole relatif sama.
Sedangkan kedudukan pita konduksi untuk keduanya dekat dengan potensial reduksi
oksidasi hidrogen yang menunjukkan bahwa kekuatan reduksi relatif lemah. Tetapi
kedudukan pita konduksi pada anatase
lebih dekat ke arah negatif dibanding rutil
sehingga kekuatan reduksi anatase
lebih kuat. Dengan demikian secara keseluruhan tipe kristal anatase memiliki aktivitas fotokatalis
yang lebih besar.
Apabila
ukuran suatu partikel semikonduktor turun ke ukuran 1-10 nm maka harga Eg-nya
semakin meningkat. Saat ukuran semikonduktor mendekati 10 nm, pembawa muatan e-
dan rongga (h+) yang terbentuk akan berkelakuan seperti mekanika
kuantum yang sebanding dengan λ de Broglie. Celah pita semikonduktor akan
meningkat dan tepi pita akan bergeser kearah potensial redoks yang lebih besar.
Peristiwa ini disebut sebagai efek ukuran kuantum. Peningkatan Eg ini merupakan
fungsi pergeseran biru yang dipengaruhi oleh energi (ΔΕ) (Hoffman dkk, 1995).
ΔΕ = Egruah
+ ETE
dengan Egruah
adalah energi celah pita partikel ruah dan ETE adalah energi efektif
celah pita ukuran nanopartikel.
Efek
ukuran kuantum semikonduktor (Mills dan Le Hunte, 1997)
2 komentar:
winkler 2003 ada jurnalnya?klo ada boleh mnta web nya? trimakasih
winkler 2003 ada jurnalnya?klo ada boleh mnta web nya? trimakasih
Posting Komentar