30 Juni 2012

ANALISIS SENYAWA BIOANORGANIK (UV-VIS)



ANALISIS SENYAWA BIOANORGANIK
( Agustina B.W., Andri S. )

BAB I
PENDAHULUAN

Selama ini, aktivitas metabolisme tubuh dianggap hanya dikendalikan oleh senyawa-senyawa organik belaka. Enzim yang dikenal sebagai protein aktif juga banyak dibahas sebagai senyawa organik semata, dan mengabaikan kofaktor yang berupa unsur anorganik. Pendapat yang ekstrim justru menyatakan pemisahan diametral terhadap bahan / produk organik sebagai bahan yang aman dan baik sementara bahan dan produk anorganik sebagai bahan yang kurang baik dikonsumsi. Dengan demikian perhatian orang terhadap nutrisi dan obat banyak tercurah pada persenyawaan organik (Budiasih, 2011).
Perkembangan ilmu kimia sangat dipengaruhi disiplin ilmu fisika dan biologi. Pengaruh fisika (“physicification” of chemistry) di mulai tahun 50-an, terutama pada sisi teori dan metode eksperiment yang kemudian melandasi terjadinya “refolusi instrument” dalam laboraturium kimia. Sedangkan “pembiologian” kimia (“Biofication” of chemistry) dimulai sejak tahun 70-an. Biologi dan kedokteran memberikan pemngaruh yang luar biasa pada arah perkembangan ilmu kimia (Sjostrom, 2006) yang diantaranya melahirkan cabang ilmu kimia baru seperti biofisika, bioanorganik, dan bioanalitik.
Sejumlah penelitian mutakhir menunjukkan pentingnya spesies anorganik dalam metabolisme tubuh. Keunikan peran unsur anorganik adalah jumlahnya kecil dan berada dalam bentuk spesies tertentu. Perbedaan ini mengharuskan para ahli kimia meneliti unsur anorganik secara cermat dan dengan memperhatikan bentuk spesiesnya dan aktifitas biologisnya. Aspek ini dipelajari dalam topik Kimia Bioanorganik.
Kimia bioanorganik sendiri merupakan penghubung kimia anorganik dan biologi, medis dan lingkungan. Peran senyawa-senyawa ini seperti peran senyawa konpleks sistem alam serta kemungkinan aplikasinya sebagai sistem tiruan dalam bidang kedokteran dan lingkungan menjadi topik-topik hangat dalam kimia bioanorganik (Szacilowski, dkk., 2005).
Peran senyawa kompleks logam yang diterapkan dalam bidang kedokteran menjadi topik-topik hangat dalam kimia bioanorganik (Szacilowski, et al., 2005 ; Mudasir, 2006). Salah satu topik menarik dan terus berkembang adalah adalah interaksi molekul kecil termasuk didalamnya kompleks logam dengan biologi dan instrument.



BAB II
ISI

A.      Pengertian Bioanorganik

Kimia bioanorganik merupakan sains interisipliner yang terus berkembang dan terus menantang dan menjadi penghubung kimia anorganik dengan biologi, medis dan lingkungan. Peran senyawa-senyawa ini seperti peran senyawa konpleks sistem alam serta kemungkinan aplikasinya sebagai sistem tiruan dalam bidang kedokteran dan lingkungan menjadi topik-topik hangat dalam kimia bioanorganik (Szacilowski, dkk., 2005).

Kimia bioanorganik merupakan disiplin ilmu yang merupakan interface atau antarmuka antara kimia dan biologi. Area studi bioanorganik menjelaskan banyak dan luasnya unsur-unsur dan persenyawaan kimia anorganik dan aktivitasnya dalam kehidupan ( proses biologis). Kelompok senyawa organik yang telah diketahui secara luas perannya, karena menyediakan senyawa esensial seperti protein, nuklotida, karbohidarat, vitamin dan sebagainya.

Senyawa-senyawa anorganik, khususnya ion-ion logam dan kompleks, merupakan kofaktor dalam berbagai enzim dan protein. Mereka menyediakan layanan yang tidak dapat dikerjakan atau diberikan dengan tidak semourna oleh senyawa organik. Peran yang dimainkan oleh unsur-unsur dan senyawa-senyawa anorganik esensial meliputi paling tidak 4 aspek yaitu : peran struktural, transportasi elektron dan oksigen, peran katalitik dalam reaksi redoks, dan katalis pada reaksi lainnya (termasuk reaksi asam basa). Perlu diketahui juga bahwa keberadaan secara  berlebih dari persenyawaan tersebut juga berbahaya. Oleh karena itu keberadaan sebagian unsure/senyawa tersebut adalah sebagai senyawa runutan ( trace element) (Ochiai, 2008).

 

B.       Senyawa Kompleks
Senyawa kompleks merupakan senyawa yang tersusun dari suatu ion logam pusat dengan satu atau lebih ligan yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya kepada ion logam pusat. Donasi pasangan elektron ligan kepada ion logam pusat menghasilkan ikatan kovalen koordinasi sehingga senyawa kompleks juga disebut senyawa koordinasi (Cotton dan Wilkinson.1984). Jadi semua senyawa kompleks atau senyawa koordinasi adalah senyawa yang terjadi karena adanya ikatan kovalen koordinasi antara logam transisi dengan satu atau lebih ligan (Sukardjo,1999). Senyawa kompleks sangat berhubungan dengan asam dan basa lewis dimana asam lewis adalah senyawa yang dapat bertindak sebagai penerima pasangan bebas sedangkan basa lewis adalah senyawa yang bertindak sebagai penyumbang pasangan elektron. (Shriver, D.F dkk. 1940 ).
Senyawa kompleks dapat diuraikan menjadi ion kompleks. Ion kompleks adalah kompleks yang bermuatan positif atau bermuatan negative yang terdiri atas sebuah logamatom pusat dan jumlah ligan yang mengelilingi logam atom pusat.  Logam atom pusat memiliki bilangan oksida nol, positif sedangkan ligan bisa bermuatan netral atau anion pada umumnya. Beberapa contoh senyawa kompleks yaitu :
 
           ( Prakash, dkk., 2000 )
Senyawa kompleks atau senyawa koordinasi telah berkembang pesat karena senyawa ini memegang peranan penting dalam kehidupan manusia terutama karena aplikasinya dalam berbagai bidang seperti dalam bidang kesehatan, farmasi, industri dan lingkungan. Senyawa kompleks dalam industri sangat dibutuhkan terutama dalam katalis. Dalam industri petrokimia kebutuhan katalis semakin meningkat karena setiap produk petrokimia diubah menjadi senyawa kimia lainnya selalu dibutuhkan katalis, misalnya pada reaksi hidrogenasi, karbonilasi, hidroformilasi (Gates, B, 1992 ) Kompleks logam transisi dapat mengkatalis berbagai reaksi kimia seperti kompleks [PdCl2DFFM] yang telah lama dipakai sebagi katalis untuk oksidasi stirena yaitu dalam pembentukan senyawa olefin (Bull, 1995 ).. Dalam bidang kesehatan dan farmasi senyawa kompleks sangat penting juga dalam berupa obat – obatan seperti vitamin B12 yang merupakan senyawa kompleks antara kobalt dengan porfirin, hemoglobin yang berfungsi untukmengangkut oksigen. (Sukardjo, 1985 ).
Banyak reaksi biologis yang diketahui melibatkan ion logam. Terdapat juga berbagai logam yang dikenal sebagai unsur-unsur esensial, walaupun perannya dalam organisme hidup masih belum jelas.
Berikut adalah daftar zat boaktif khas yang mengandung logam:
  • pembawa elektron. Fe: sitokrom, protein besi-belerang. Cu: protein tembaga biru.
  • senyawa penyimpan logam. Fe: feritin, transferin. Zn: metalotionin.
  • bahan pentransport oksigen. Fe: hemogloblin, mioglobin. Cu: hemosianin.
  • fotosintesis. Mg: khlorofil
  • hidrolase. Zn: karboksilpeptidase, Mg: aminopeptidase.
  • oksidoreduktase. Fe: oksigenase, hidrogenase. Fe, Mo: nitrogenase.
  • isomerase. Fe: akonitase. Co: koenzim vitamin B12.
Dasar reaksi metaloenzim adalah:
  • aktivasi koordinatif (pembentukan koordinasi, penyumbangan elektron, efek sterik),
  • redoks (oksidasi logam),
  • komunikasi informasi
Dan dalam banyak kasus, lingkungan reaksi diatur dengan biopolimer misalnya protein, dan reaksi selektif dilakukan. Contoh aksi logam selain metaloenzim meliputi:
  • Mg: transfer energi MgATP
  • Na/K: pompa ion
  • Ca: transfer fungsi hormon, kontraksi otot, transfer syaraf, koagulasi darah.

C.       Spektroskopi UV-VIS
Berbagai teknik spektroskopi banyak digunakan dalam analisis senyawa anorganik (senyawa kompleks koordinasi), antara lain: spektroskopi UV-VIS, spektroskopi absorpsi atom, spektroskopi infra merah, spektroskopi fluorensi, spektroskopi NMR, dan spektroskopi masses. Daerah sinar tampak mulai dari warna merah pada panjang gelombang 780 nm sampai warna ungu pada panjang gelombang 380 nm (kisaran frekuensi 12800-26300 cm-l), sedangkan daerah ultra violet dan panjang gelombang 380 nm sampai 180 nm (kisaran frekuensi 26300-55500 cm- l). Energi pada daerah ultra violet dan sinar tampak berkisar dari 140 sampai 660 kJ/mol.
Teknik spektroskopi pada daerah ultra violet dan sinar tampak biasa disebut spektroskopi UV-VIS. Dari spektrum absorpsi dapat diketahui panjang gelombang dengan absorbans- maksimum dari suatu unsur atau senyawa. Konsentrasi suatu unsur atau senyawa juga dengan mudah dapat dihitung dari kurva standar yang diukur pada panjang gelombang dengan absorbans maksimum tersebut di atas.
Spektrofotometri UV-Vis adalah anggota teknik analisis spektroskopik yang memakai sumber REM (radiasi elektromagnetik) ultraviolet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan kualitatif.

D.      Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah
Spektrofotometri Infra Red atau Infra Merah merupakan suatu metode yang mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada daerah panjang gelombang 0,75–1.000 μm atau pada bilangan gelombang 13.000–10 cm-1 dengan menggunakan suatu alat yaitu Spektrofotometer Inframerah.
Metode ini banyak digunakan pada laboratorium analisis industri dan laboratorium riset karena dapat memberikan informasi yang berguna untuk analisis kualitatif dan kuantitatif, serta membantu penerapan rumus bangun suatu senyawa.
Pada era modern ini, radiasi inframerah digolongkan atas 4 (empat) daerah, yaitu :


 












Aplikasi spektroskopi infra merah sangat luas baik untuk analisis kualitatif maupun kuantitatif. Penggunaan yang paling banyak adalah pada daerah pertengahan dengan kisaran bilangan gelombang 4000 sampai 670 cm-1 at-au dengan panjang gelombang 2.5 sampai 15 μm. Kegunaan yang paling penting adalah untuk identifikasi senyawa berikatan kovalen karena spektrumnya sangat kompleks terdiri dari banyak puncak-puncak. Spektrum infra merah dari senyawa kovalen juga mempunyai sifat fisik yang karakteristik artinya kemungkinan dua senyawa mempunyai spektrum sama adalah kecil sekali.
Radiasi infra merah dengan frekuensi kurang dari 100 cm-1 atau dengan panjang gelombang lebih dari 100 μm diserap oleh molekul dan dikonversi ke dalam energi rotasi molekul. Bila radiasi infra merah dengan frekuensi dalam kisaran 10000 sampai 100 cm-1 atau dengan panjang gelombang 1 sampai 100 um, maka radiasi akan diserap oleh molekul dan dikonversi ke dalam energi vibrasi molekul.


E.       Senyawa Porfirin
Porfirin adalah senyawa siklik yang dibentuk dari gabungan empat cincin pirol melalui jembatan metenil (-CH=). Sifat khas porfirin adalah pembentukan kompleks dengan ion-ion logam (metaloporfirin) yang terikat pada atom nitrogen cincin-cincin pirol. Sebagai contoh misalnya heme yang merupakan porfirin besi dan klorofil, merupakan porfirin magnesium. Senyawa porifirin ditemukan pada sel hidup hewan dan tumbuhan, dengan berbagai macam fungsi biologis. Empat atom nitrogen di tengah molekul porfirin dapat mengikat ion logam seperti magnesium, besi, seng, nikel, kobalt, tembaga, dan perak. Tiap-tiap logam yang diikat akan memberikan sifat yang berbeda-beda. Jika logam yang diikat di pusat adalah besi, maka kompleks porfirin disebut ferroporfirin ( heme ).
Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa lemah dan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan juga bersifat asam. Titik isoelektriknya berkisar pada pH 3-4, sehingga pada pH trersebut porfirin mudah diendapkan dalam larutan air. Berbagai jenis porfirinogen tidak berwarna, sedangkan berbagai jenis porfirin berwarna. Porfirin dan derivat-derivatnya mempunyai spektrum absorbsi yang khas pada daerah yang dapat dilihat dan pada daerah ultraviolet. Larutan porfirin dalam HCl 5% mempunyai pita absorbsi pada 400 nm yang disebut pita Soret. Porfirin dalam asam mineral kuat atau pelarut organik dan kemudian disianari sinar ultraviolet akan memancarkan fluoresensi merah yang kuat. Sifat fluoresensi ini sangat khas sehingga sering dipakai untuk mendeteksi porfirin bebas dengan jumlah yang sedikit. Sifat absorbsi dan fluoresensi yang khas dari porfirin disebabkan oleh ikatan rangkap yang menyatukan cincin pirol. Ikatan rangkap ini tidak ada pada porfirinogen sehingga tidak menunjukkan sifat-sifat tersebut. Jika porfirinogen mengalami oksidasi dengan melepaskan 6 atom H akan terbentuk porfirin yang mempunyai ikatan rangkap.

 
Gambar 1. Struktur Porifirin
Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa lemah dan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan juga bersifat asam. Titik isoelektrisnya pada pH 3,0 – 4,0 mudah diendapkan dalam larutan air yang berwarna adalah porfirin dan derivat-derivatnya yang mempunyai spektrum absorbsi pada daerah yang dapat dilihat dan daerah UV.
Berbagai porfirinogen tidak berwarna, sedangkan semua porfirin berwarna karena adanya ikatan rangkap yang menyatukan cincin pirol. Porfirin yang terlarut dalam asam mineral kuat atau pelarut organik disinari dengan UV akan mengeluarkan cahaya fluorecen merah. Sifat porfirin ini digunakan untuk menegakkan diagnosis porfiria dengan menggunakan spektrofotometer.

F.        Aplikasi Senyawa Bioanorganik
Chlorophyll (Klorofil) adalah pigmen warna hijau / zat hijau pada daun (tumbuhan) yang menyimpan energi dari matahari saat terjadinya proses fotosintesis. Khlorofil adalah suatu magnesium  porfirin dan kompleks kluster mangan. Suatu khloroplas mengandung fotosistem I (PSI) dan fotosistem II (PSII) yang menggunakan energi cahaya untuk mereduksi karbondioksida dan mengoksidasi air.
Khlorofil adalah komponen fundamental PSI.  Khlorofil adalah kompleks porfirin magnesium dan bertanggung jawab atas warna hijau daun.   Khlorofil memainkan peran yang penting dalam menerima energi cahaya dan mentransfernya menjadi sistem reaksi redoks.  Khlorofil dieksitasi dari keadaan dasar singlet ke keadaan eksitasi singlet dengan cahaya, energi keadaan tereksitasinya ditransfer ke suatu akseptor dalam waktu 10 ps, dan energi hasilnya mereduksi kompleks besi-belerang dan akhirnya digunakan untuk mereduksi karbondioksida dalam reaksi gelap di tahap selanjutnya.  Karena pemisahan muatan oleh eksitasi fotokimia adalah tahap pertama yang paling penting, studi tentang transfer elektron yang diinduksi oleh cahaya telah dilakukan dengan aktif dengan berbagai senyawa porfirin sebagai model  khlorofil.  PSI, yang mendapatkan energi pengoksidasi dari transfer elektron, mengubah ADP menjadi ATP.

Gambar 2. Struktur Klorofil

Unsur-unsur makro yang sangat dibutuhkan tumbuhan meliputi C,H,O,N,S,P,Mg,K dan Ca, sedangkan unsur mikronya meliputi Mn,Cu,Mo,Zn,  dan Fe. Unsur N sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif, karena N sebagai unsur pembentuk protein, enzim dan asan nukleat. Unsur fosfor (P) sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif dan memacu perbungaan. Fosfor dan kalium (K) sangat berperan dalam memacu perbungaan dan pemasakan buah. Zat magnesium (Mg) dan besi (Fe) sangat dibutuhkan dalam pembentukan klorofil. Mg juga berperan seebagai kofaktor beberapa jenis enzim metabolisme. Sulfur dan fosfor berperan dalam produksi energi ATP. Mangan (Mn) membantu dalam pembentukan klorofil dan penyerapan nitrogen. Boron (Bo) membantu pertumbuhan jaringan meristem. Zeng (Zn) juga dibutuhkan dalam biosintesis auxin. Sedang molibdenum (Mo) berperan membantu pengikatan nitrogen (N2) oleh bakteri zat lemas.
Fotosintesis adalah tema riset yang sangat menarik dalam bioanorganik karena melibatkan beberapa ion logam, porfirin, kluster oksida dan sulfida yang menyusun siklus transfer elektron dan reaksi redoks, dan menghasilkan gas oksigen dengan fotolisis air dan menghasilkan karbohidrat dari reaksi gelap reduktif. Baru-baru ini, pusat reaksi bakteri fotosintetik telah dikristalisasi dan J. Deisenhofer dan koleganya mendapatkan hadiah Nobel karena berhasil menyelesaikan strukturnya dengan analisis struktural (1988).
Menurut supriyanto, dkk (2008) dalam penelitiannya berjudul “absorpsi dan responsivitas larutan porphyrin alam hasil isolasi dari spirulina sebagai bahan material photonics” bahwa karakterisasi sifat optik larutan phorpyrin menggunakan spektroskopi UV-Vis type spectrophotometer 1601 PC. Didapatkan spektrum panjang gelombang hasil isolasi phorpyrin cukup tajam dengan puncak intensitas absorbansi pada panjang gelombang 410nm dan 660nm. Sedangkan spektrum panjang gelombang hasil ekstraksi melebar dengan spektrum panjang gelombang  4105,5nm ; 504,5nm ; 534nm ; 559nm ; 609nm ; dan 666nm. Sehingga dapat dikatakan senyawa porpyrin mempunyai soret band pada 410nm dan Q band 660nm. Spektrum panjang gelombang hasil ekstrak melebar dimungkinkan masih terdapat β-karoten. Karena senyawa β-karoten mempunyai struktur panjang gelombang di daerah 460-500 nm.
 




BAB III
PENUTUP

Bioanorganik merupakan sains interisipliner yang terus berkembang dan terus menantang dan menjadi penghubung kimia anorganik dengan biologi, medis dan lingkungan. Aplikasi senyawa bioanorganik yaitu Porfirin. Porfirin mengandung nitrogen tersier pada 2 cincin pirolen sehingga bersifat basa lemah dan adanya gugus karboksil pada rantai sampingnya menyebabkan juga bersifat asam. Porfirin mempunyai spektrum absorbsi pada daerah yang dapat dilihat dan daerah UV. Porfirin bereaksi dengan senyawa kompleks menjadi Klorofil. Sehingga diperoleh dari hasil pembacaan spektra UV-VIS dikatakan senyawa porpyrin terdapat β-karoten. Karena senyawa β-karoten mempunyai struktur panjang gelombang di daerah 460-500 nm.





Daftar Pustaka

Budiasih, KS. 2011,  Interferensi Ion Cd Ii) Dan Hg(Ii) Terhadap Biofungsi Persenyawaan Zn(Ii) Pada Tubuh Manusia, Yogyakarta : FMIPA, Universitas Negeri Yogyakarta
Murray, RK.  2003.  Porfirin dan pigmen empedu.  Dalam: Andry Hartono, penerjemah. Harper’s Biochemistry. 25th ed.  Eds. R.K. Murray, D.K. Granner, P.A. Mayes, V.W. Rodwell. McGraw-Hill Companies, New York: 342 -  9.
Ochiai,E., 2008, Bionorganic Chemistry, A survey, Elsevier, London

Schumm, DE. 1992.  Essentials of biochemistry. Dalam: Moch. Sadikin, penerjemah. Intisari Biokimia. Jakarta: Bina Aksara, 1993: 147.
Sjosstrom, J. 2006, Beyond Classical chemistry; Subfields and Metafields of the Molecular Sciences, Chemistry International, sep-Okt. 2006, 9-10.
Supriyanto, dkk. 2008, Absorpsi Dan Responsivitas Larutan Porphyrin Alam Hasil Isolasi Dari Spirulina Sebagai Bahan Material Photonics
Szacilowski, K., Macyk, W., Drzewiecka-Mutuszek, A., Brindell, M, and Stochel, G., 2005, Bioinorganic Chemistry : Frontiers and Mechaism, Chemical Reviews, 105, 2647-2694.
Takeuchi, Yashito. 2006. Buku Teks Pengantar Kimia. Dalam: Ismunandar, penerjemah. Tokyo : Taro Saito.

Tidak ada komentar: